Rabu, 16 Desember 2015

IBUK.E AREK-AREK SUROBOYO

Bu Risma
Bulir-bulir bening itu mengalir tiada henti. Jutaan pasang mata itu kian berkaca-kaca. Tak terasa, air mata itu mengalir di pipinya. Disekanya pelan-pelan air mata yang meleleh itu, ia menangis. Setelah tenang, ia melanjutkan.
“Saya selama ini sudah berikan yang terbaik untuk warga Surabaya. Semua yang saya miliki sudah saya berikan. Saya sudah tak punya apa-apa lagi, semua sudah saya berikan, ilmu saya, pikiran saya, bahkan kadang anak saya pun tidak  saya urusi. Tapi, saya percaya, kalau saya urusi warga Surabaya, anak saya diurusi Tuhan. Saya sudah berikan semuanya, jadi saya mohon maaf,” dalam ruang haru dalam sebuah tayangan bernama Mata Najwa medio Februari 2014.
Air mata kecintaan Tri Rismaharini, Walikota Surabaya yang bening, seolah ingin menampakkan kebeningan hatinya. Apa yang ingin disampaikan Bu Risma tak terasa membuat jutaan pasang mata itu tak dapat menahan bulir bening yang sudah berkumpul di sudut matanya. “Bu Risma, seorang pemimpin yang mencintai rakyatnya.” guman para penonton sambil larut dalam haru.
“Saya ingin memimpin seperti Umar Ibn Khattab,” katanya, seperti diungkapkan dalam Catatan Kaki Jodhi Yudono  Kompas.com (17/2/2014). Bu Risma ingin memimpin melewati sekat-sekat fisik sebuah kota, dan mulai menyentuh persoalan kemanusiaan. Beberapa waktu lalu, saya pernah membaca tulisan ‘Walikota yang Siap Mati Demi Ditutupnya Prostitusi’ di pelbagai media. Kesiapannya dan keikhalasan untuk mati ia kisahkan kembali di Mata Najwa dengan air mata yang tertahan, kesiapan melawan sebuah “kekuatan besar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar